palu kota teluk: 08/02/08

Sabtu, 02 Agustus 2008

Hanya Refleksi Menuju Donggala 01

Hajatan rakyat kabupaten Donggala untuk memilih kepala daerah. Melalui Pilkada tinggal beberapa minggu lagi. Atau bahkan tinggal menunggu hitungan hari.
Sejumlah putra-putri daerah, yang merasa terbaik. Dan merasa memiliki kepedulian untuk membangun daerah. Sudah pasang kuda-kuda untuk meramaikan bursa Pilkada.
Beberapa berasal dari partai. Beberapa lagi maju dari calon perseorangan. Yang menarik menurut saya adalah, kasus Abu Bakar Al Habsi yang maju sebagai calon perseorangan. Padahal ia memiliki latar belakang kader partai. Yang dikenal memiliki solidaritas tinggi, Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Kenapa ia maju dari perseorangan, bukannya menjadikan PKS sebagai kendaraan politik. Apakah karena PKS belum populer di Kabupaten Donggala. Saya rasa ini asumsi subyektif, jika popularitas jadi hitungan kemungkinan gagal. Sebab Abu Bakar merupakan Keluarga Besar Alkhairaat (Abna’ul Khairaat).
Saya rasa bait syair lagu Ebiet G Ade jawabnya. “Tanyakan pada rumput yang bergoyang”.
Sebagai kader PKS, keputusan Abu Bakar menjadi kontroversi pada internal partai. Reaksi keras tidak hanya datang dari ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PKS Kabupaten Donggala, Nurdin Hanafi. Melalui koran Nurdin mengatakan, PKS mengedapankan sikap sami’na wa tha’na “Kami mendengar dan kami taat”. Kira-kira begitulah artinya.
Secara tidak langsung, Nurdin mau mengatakan Abu Bakar telah melakukan pembangkangan terhadap partai.
Reaksi keras, yang pada intinya tidak berbeda dengan Nurdin. Juga datang dari pengurus DPW PKS Sulteng. Sebut saja Andi Parenrengi serta Zainudin Tambuala, yang merupakan ketua DPW PKS Sulteng periode saat ini.
Kenapa DPC dan DPW PKS bereaksi keras terhadap keputusan Abu Bakar. Yang secara hukum positif, sebagai warga negara memiliki hak untuk ikut bertarung dalam Pilkada Donggala.
Sebab secara tegas DPC PKS Donggala, yang didukung sepenuhnya DPW PKS. Akan mengusung pasangan Kasman Lassa-Ariefianto (KASMARAN) dalam perebutan kursi 01 Donggala.
Singkat cerita itulah dasar reaksi keras dari DPC dan DPW PKS.
Persoalannya, jika kemudian PKS mempersilahkan Abu Bakar tetap maju ke Pilkada Donggala. Dengan dalih, itu merupakan hak politik Abu Bakar.
Benarkah PKS akan melepas begitu saja Abu Bakar. Dan PKS lebih baik mengusung KASMARAN. Sementara itu, baik Kasman maupun Arief sama sekali tidak ada kaitan dengan PKS. Secara lips, kesamaan visi-misi bisa saja dikatakan “Iya”. Dari segi ikatan emosional………??????
Selama ini masyarakat, sering dikejutkan dengan manuver-manuver politik PKS. Partai ini juga dikenal mampu menikam dalam lipatan. Cerdik, licin dan tak kenal ampun.
Pada permukaan, sah-sah saja. PKS menyatakan dukungan terhadap KASMARAN. Tapi, perwajahan sangat gampang diciptakan dan dikenakan, kapan saja. Ini kan politik……….????
Politik seperti mata uang, tidak sama permukaannya. Kalau tidak salah, perwajahan di buat oleh elit partai yang akan mengusung pasangan kandidat. Untuk menutupi wajah asli pengusung.
Kalau tidak salah bukan pernyataan dukungan, Yang menentukan kemenangan kandidat. Tapi perolehan suara dukungan.
Disini yang sulit dilihat, bagaimana wajah asli calon-calon pemberi suara. Abu Bakar, Kader PKS. KASMARAN, bukan kader PKS. Tapi punya uang, untuk membeli pernyataan dukungan partai.
Selanjutnya sulit untuk mencari kata-kata. Bagaimana kemungkinan-kemungkinan nasib KASMARAN nanti dalam Pilkada.

Sekali lagi, inikan rimba politik……

Hanya refleksi………